Wednesday, December 22, 2021

Selamat Hari Ibu..


 

Hey, hari ini Hari Ibu ya? :)
Selamat Hari Ibu untuk semua ibu hebat di dunia ini (mungkin termasuk aku? hehe)

To be honest, I'm feeling like a tr*sh today..
Not because of my kid, it's a litte bit complicated. Seperti semua tiba-tiba tidak berjalan dengan semestinya hari ini. Banyak yang sedang atau ingin kukejar, tapi berakhir menjadi kacau semuanya. Akhirnya tidak ada yang berjalan dengan baik, dan semua malah menjadi kacau. Tidak ada achievement apapun, malah rusak sejadi-jadinya..
Salah satu akibatnya malah belum kelihatan, aku sendiri tidak tahu apa, atau kapan bom waktu itu akan meledak atau jatuh menimpaku. Ya mungkin tinggal menunggu waktu saja..

Hari yang kacau ini diawali dengan aku yang memutuskan telp secara sepihak (ya aku tahu ini tidak sopan), tapi pikiranku sedang kacau saat itu, dan aku mendapat telp dari nomor yang tidak kukenal. Dimana suara di seberang berbicara dengan sangat cepat, entah apa maksudnya. Tidak memperkenalkan diri dengan jelas, bicara saja terus dengan nada yang cepat seperti sebuah template. Kukira aku akan ditawari kartu kredit, tapi sepertinya bukan juga. Entah apa yang dia inginkan, tapi dia meminta data dan informasi pribadiku, seperti nama, domisili tinggal, alamat email, dan tanggal ulang tahun (?) wait.. aku yang awalnya iya-iya saja mulai memproses apa yang dia tanyakan (karena pikiranku sendiri sedang kacau dan tidak fokus ke telp tersebut). Sebentar, buat apa dia mau informasi pribadiku? Langsung kutolak dengan halus dan berdalih aku harus menutup telp karena ada meeting. Tapi suara diseberang berkeras aku harus menjawab pertanyaannya, I mean like why? 3x dia bersikeras aku harus menjawab pertanyaanya agar aku tak dihubungi kembali, 3x pula aku menolaknya dengan tahap halus-tahan2 emosi-NGEGAS. Ok yang terakhir aku sudah cukup jengah karena dengan jelas sudah kukatakan "mohon maaf saya keberatan memberikan informasi tersebut, mohon dimengerti", tapi dia tetap memaksa. Akhirnya kukatakan aku tidak bisa, selamat siang dan kemudian langsung kututup telpnya tanpa mendengar jawaban di seberang sana. Entahlah sepertinya beberapa jam dari itu, ada telp lagi tapi aku yang masih kacau dan ditambah badmood, secara otomatis mereject nomor tidak dikenal itu. Di jaman sekarang, kalau mau telp reguler itu jika terpaksa memang tidak bisa mengabari atau membuat janji telp terlebih dahulu (karena nomor asing), setidaknya bicara pelan-pelan, katakan darimana, siapa, maksud dan tujuan menelepon dengan jelas. Sepertinya janjian dulu sebelum menelepon lebih sopan (?) bisa buat janji meeting by email atau apalah. Hah.. tambah acak-acakan mood yang sudah kacau dari pagi ini.

Shock jelas, kalut, bingung, khawatir. Kacau. Pada awalnya aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Hanya bisa marah ntah kepada siapa, mungkin lebih kepada diriku sendiri. Kemudian semua perasaan campur aduk itu pecah begitu bertatap muka dengan anakku. 

Aku menangis sejadi-jadinya di hadapannya, kupeluk erat dia. Di pikiranku berputar-putar kata-kata "aku tidak mau mengecewakan dia", "aku harus bisa bertahan demi dia", "aku harus kuat dan mengusahakan yang terbaik baginya", dan semua pikiran-pikiran lainnya. Itulah pertama kalinya aku menangis sejadi-jadinya di depannya. Kupeluk erat tubuh kecilnya sambil ku menangis sesenggukan dan kadang berteriak putus asa.. apakah aku ibu yang baik baginya?

Aku tahu tindakan ini tidak boleh, at least jangan menunjukkan emosi terang-terangan di depannya secara mendadak begini. Apalagi dia baru saja bangun tidur, pasti dia shock berat, "ada apa dengan ibuku ini? mengapa dia menangis?" Alhasil anakku yang baru berusia tiga tahun itu ikut merasa sedih dan hendak menangis juga karena melihatku yang menangis memeluknya. Oh sungguh aku tidak tega melihat mimik mukanya yang sangat sedih, dan air mata yang hendak keluar dari matanya.. Oh maafkan ibu nak...

Aku tidak marah dengannya, tapi mungkin dia mengira aku marah, makanya dia menangis. Aku berpelukan dan 'bersandar' padanya selama sepuluh menit penuh. Aku benar-benar merasa sangat terpuruk dan tidak tahu harus berbuat apa selain menangis.. ya kepada anak kecil..
Apakah aku sudah layak disebut sebagai ibu yang payah?

Aku hanya merasa sedang sangat overwhelmed dengan semuanya, dengan semua beban dan tanggung jawab, dengan kesalahpahaman, dengan kekhawatiran, dengan kesakitan, dan dengan semuanya..

Maafkan ibu ya naak.. ibu sekarang sudah lebih tenang. Sudah lebih damai karena lebih baik pasrah dan ikhlas atas semua (dan apa yang akan) terjadi. Terimakasih sudah mau ibu bagi beban. Maafkan ibu..
Ibu sayang kamu.



Friday, February 21, 2020

To all the boys I’ve loved before


To all the boys I’ve loved before..

Yup, this headlines inspired by a Netflix movie. But in this post, I will not discuss or review about that movie. I will tell you about my own story, inspired by that movie.

Ok, first of all, I’m sorry about my English. I’m not a pro, so, yeah..
Second, this article may contain a racist content, sorry if it makes you uncomfortable, but I swear it’s in a good way. So, here we go..

I will tell a story about my crush, err.. not all of them, but some that left a big hole in my heart *halah. So, should we start?

Back then, when I was in senior high school, I was really deeply in love with my seniors. He has tanned skin (well actually almost black maybe, ehe), very curly hair, but has the most beautiful smile in the world *halah (I can’t say his name, I’m sorry). I never write and give him a love letter. I was just like his secret admirer, looking he’s walking, smiling and laughing with his friends, and I just sat, far away from him, but close enough to keep seeing him. And that’s my definition of happiness. Until one day, we can get close, actually until he knows my name and we have an opportunity to chat. I was really stiff and nervous at that time, and yeah don’t know what to say. It feels like my entire blood cells are in deep freeze. Fiuh…

But my relationship with the senior didn't go well. Yeah we actually are not yet in an official relationship. We just say ‘hi’ and walk away. And that’s enough for me. Especially later I know that he likes his mates, who are very beautiful, so they fit together. And, I’m happy if he’s happy, it sounds cliche but it’s true. So up to here my love story oh, my crush story in the senior high schools ends. I’ll keep him in my memory as my crush, yup, just in my mind, and that’s enough. 

Second story is a story about my crush in college. This time, is different. I was sooooo.. Intense deeply into him Like so so so much..! I don’t know how to describe it. This time, I became wild and brave to ‘show’ my feelings to him. Until I know that he knows my feelings for him. We are close, yes, because we’re friends in the same department. Even he once played in my boarding house and hitchhiked me on a motorcycle. Oh Gosh.. that was a wonderful feeling I have had in my entire life. That was such a good experience, I swear to God! Hahaha

One of the craziest things I've ever done is keep his used wet wipes and put it in my room. At that time we were in college, and we were a group. He asked me for wet wipes, and I gave it to him. After he finished wiping his face, he left the wet tissue just like that, so I took it when he didn't know and brought it home. Haha. One of the other crazy things I've done is I even asked to take a picture with him! And he said ok! Hahaha (maybe I still have the picture, yup, now in 2020). 


I’m pretty sure he knows my feelings for him, seeing the signs that I've done to him so far. But, the bad thing is.. He played me. Played my feeling for him. He knows I like him, but he deliberately played it by using me. For example, he's the type of person who doesn't want someone who likes him to leave, but he also doesn't want to date that person. Yup, jerk right? I didn't realize it for a long time, blinded by love. But after a while, I realized, and I chose to leave him. I want to save myself from the trap of pseudo love. Fiuh.. 

And now, I am already married. My husband is an extraordinary person. We fight, often, but we always can make it out. We fight about small and trivial things, such as debate about whether to use turmeric or not when we want to fry some fish for food, and a few other minor things. Another example like I’m Durian's team, and he’s not. To be honest, physically, actually my husband is not my standard type, at all. He’s tall, has very white and clean skin, slanted eyes, just like a korean actor. Haha. While my ideal type is the black one with a sweet smile (omo!). But wait, I love Korean actors! Hahaha.. But I just didn't think that my husband would be like a Korean actor later. Haha.. So this is unbelieve! 

The more here, the more I realize that my husband is the person I've been looking for. Even though we have a long distance relationship, but he's still someone I can count on. And he always tried to be good for me. We have the same vision, we always solve the problem together, we care for each other. And that’s the most important thing about love or relationship. 

So, to all the boys I’ve loved before.. I'm not regretting knowing all of you, and had a crush on you. However, you were not the person I was looking for. But you will remain a memory that will always be beautiful to remember and make my heart warm. Considering I have had such sincere feelings for you, regardless of what you do to my feelings back then. I hope you all live happily on your own path now, like I'm happy on my path.

Yours,
The person who had a crush on you














Wednesday, April 25, 2018

Pertengkaran Sebelum Pernikahan, Fakta atau Mitos?


Hi bride to be!

Kali ini Saya akan share apakah mitos menjadi Bridezilla sebelum pernikahan itu beneran nyata dan benar adanya, atau kah tidak. Well yah, ulasan ini berdasarkan pengalaman pribadi Saya sendiri sih. Jadi ini murni opini Saya, Saya tidak tahu menahu apa yang terjadi pada pasangan calon pengantin lainnya.


Mitos Bridezilla
Jadi apa sebenarnya Bridezilla ini? Banyak calon pengantin khususnya perempuan yang mengalami hal ini (yaiyalah. Kalau cowok mah namanya groomzilla! haha) Nah, Saya nggak tahu juga sih kalau dari sisi cowok, belum interview suami Saya *ciee. Tapi yang jelas kalau dari sisi perempuan, ya, Saya mengalaminya. Like.. a lot, haha.. Banyak banget moment-moment ketika Saya mengalami menjadi seorang Bridezilla. Bridezilla adalah suatu istilah yang merujuk pada keadaan dimana bride to be merasa marah atau sebal atas suatu kejadian khususnya dalam hal mengurus atau mempersiapkan pernikahan yang membuatnya mengamuk atau uring-uringan nggak jelas. Ya ini definisi menurut pendapat pribadi Saya sendiri. Untuk definisi lebih lengkap dan lebih jelasnya, bisa cek wikipedia ya girls. Intinya sih Saya merasa tidak mudah puas, terutama dalam hal mempersiapkan segala macam bentuk persiapan pernikahan ini. Saya menjadi lebih perfeksionis dan mudah kecewa dengan sesuatu jika tidak sesuai dengan apa yang Saya inginkan. Oke supaya lebih jelas, Saya akan mencoba menjelaskan wedding dream yang Saya inginkan terlebih dahulu, dan kemudian kenapa Saya bisa uring-uringan.

Ekspektasi VS Realita

Sebagai seorang perempuan yang belum pernah menikah, pasti punya wedding dream masing-masing kan. Nah iya, sama, Saya juga. Kebetulan hal pertama yang ingin Saya lakukan pada pernikahan itu nggak bisa dilaksanakan sesuai dengan yang Saya rencanakan. Jadi pada awalnya, Saya ingin seluruh prosesi menikah dilakukan selama satu hari, dari pagi sampai sore atau malam nggak masalah. Cuma ya satu hari saja, dan di satu tempat. Namun karena beberapa hal, akhirnya keinginan Saya ini nggak bisa terwujud, dan harus dipisah baik hari akad dan resepsi, serta tempatnya. Dari sana saja sebenarnya Saya sudah sedikit kecewa. Berkali-kali pertanyaan ‘ini yang nikah siapa, yang ribet siapa, yang ngatur-ngatur siapa’ itu terus sliwar-sliwer di kepala Saya yang luar biasa bandel ini *hih, jitak.

Intinya setelah berperang dengan batin dan diri Saya sendiri yang perfeksionis, apalagi ini masalah pernikahan sekali seumur hidup, oke Saya mengalah terhadap keadaan. Dengan lapang dada Saya menerima keputusan akhir bahwa pernikahan Saya nantinya akan diselenggarakan terpisah tanggal akad dan resepsinya, dan begitu pula dengan tempat perhelatannya *halah. Oh ya, perlu Saya jelaskan, waktu itu banyak pihak yang turut membantu terlaksananya proses pernikahan Saya, selain Pak Penghulu dan para vendor tentunya. Yup, tak lain dan tak bukan, keluarga Saya yang memiliki andil paling besar dalam membantu Saya mempersiapkan pernikahan. Well, kami bagi-bagi tugas sih lebih tepatnya. Jadi pekerjaan rasanya lebih ringan dan sudah ada PIC-nya masing-masing gitu lho. Ibu dan Ayah Saya yang mengurus acara dirumah, yaitu acara akad, sedangkan Saya dan kakak Saya lebih banyak memusatkan pikiran pada mengurus acara resepsi. Saya dan pasangan juga diberi tanggung jawab untuk menentukan lokasi serta tanggal resepsi. Sebuah keputusan yang tidak mudah juga karena menyangkut keluarga kedua belah pihak, menyangkut kerjaan dan cuti kedua kantor / perusahaan tempat kami bekerja, serta menyangkut banyak faktor lainnya.

Mungkin sedikit banyak itulah penyebab-penyebab Saya menjadi seorang Bridezilla-jelang pernikahan. Karena tentunya percekcokan dan beda pendapat dengan berbagai pihak itu tidak bisa dihindari mengingat banyaknya hal yang perlu dipersiapkan. Untungnya keluarga dan pasangan Saya cukup sabar-sabar dalam menghadapi Saya, ketika Saya sedang menjelma menjadi seorang Bridezilla. Hahhaa.. Oh ya, macam-macam lho sikap dan reaksi Bridezilla itu, kalau Saya sih selain uring-uringan, tentu disertai dengan tangisan drama. Wahahaha~ sungguh amat sangat memalukan kalau diingat-ingat lagi.

Faktor Penyebab Bridezilla

Jadi, apa saja sih faktor yang menyebabkan Saya menjadi seorang Bridezilla? Seperti dirilis dari laman dispatch melalui pengamatan yang sungguh teliti, ternyata ada beberapa garis besar alasan. Dan berikut adalah beberapa alasannya :

  • Susahnya mencari banyak vendor yang bagus dan sesuai dengan budget disaat waktu yang amat sangat mepetKalau diingat-ingat lagi, dua acara besar dalam waktu dua bulan bisa membuat siapa saja menjadi gila, eh nggak ya maksudnya sedikit hilang akal dan efek samping lain yaitu pikiran kosong. Eh tapi itu benar lho, waktu mempersiapkan acara ini, sering Saya jadi cuma bengong aja saking bingungnya karena harus mikirin banyak hal. Selain itu tanggung jawab kerjaan kantor juga nggak boleh sampai keteteran kan, itulah sebabnya Saya jadi gampang banget bad mood kalau ditanyai orang-orang soal persiapan nikah. Banyak expert yang ngasih saran ini-itu, tapi ntar endingnya kan Saya yang make decision, Saya yang keluar duit, dan  Saya yang nikah juga. Jadi kadang Saya mikir kenapa juga mereka yang memaksakan pendapat, ngeyel dan repot. Hal simple kaya gitu kadang udah sukses bikin Saya uring-uringan seharian.

    B
    alik ke poin utama, susah lho nyari vendor yang benar-benar tepat dan sesuai dengan yang kita inginkan. Mana bukan cuma satu vendor lagi. Belum lagi membandingkan vendor A, B, C, dan lain sebagainya. Tentunya yang sesuai budget dan hasilnya, yah not so bad lah. Belum lagi nyocokin sama jadwal mereka, soalnya kadang kan salon dan MUA jadwalnya pada padat-padat, mana udah mau masuk bulan puasa biasanya banyak pasangan yang mau nikah. Tapi untunglah masalah vendor untuk acara akad dirumah bisa dihandle dengan baik dan more less drama. Mungkin cuma kurang printilan kecil-kecil namun nggak bisa disepelekan. Misal : beli balon dan merpati buat diterbangin, nyetak foto buat dipajang didepan rumah, dan detail-detail lainnya *ah elah, sepele banget sist! haha
  • Sering emosi gak bisa dihindari
    Saran itu penting, tapi terkadang kebanyakan saran juga bisa bikin pusing dan marah-marah lho. Haha.. belum pernah melakukan bukan berarti nggak punya pengetahuan sama sekali kan? *ciee. Nah pernikahan tuh sama. Banyak orang kasih saran ini-itu, menganggap itu adalah saran yang terbaik. Tapi kita sebagai pihak yang mau nikah tentu punya pertimbangan dan penilaian sendiri kan dalam mengambil keputusan? Bukan berarti belum pernah itu sama sekali nggak punya dasar pengetahuan apa-apa. Saya juga udah sering kok baca-baca blog soal wedding, persiapannya butuh apa aja. Dan bahkan Saya juga install beberapa aplikasi di handphone untuk mempersiapkan pernikahan. Jadi setidaknya Saya juga ada sedikit bayangan lah ya, mau dibawa kemana konsep acara nikahnya nanti. Tapi terkadang ada beberapa orang yang semacam ‘nggak terima’ kalau idenya nggak dipakai, jadi ya sedikit memaksakan juga. Kadang Saya kalau udah jengkel dibegituin, pingin banget ngomong ‘yaudah nikah aja sendiri, pakai konsep yang kamu bilang tadi. Mon maap permisi, ini nikahan Saya bukan situ’. Cuma karena adat ketimuran yang mengedepankan sopan santun, baiklah kalimat tersebut hanya Saya ucapkan lantang didalam hati saja. haha


Kapan Menjadi Bridezilla?
Oke pertanyaan berikutnya, sebenarnya kapan sih tepatnya menjadi seorang Bridezilla? Well kalau dalam pengalaman yang Saya alami sih kira-kira di awal-awal merencanakan acara nikah ini ya. Jadi ya setelah ‘ketok palu’, ada masa tenang satu sampai dua hari, baru kemudian muncullah berbagai macam pembicaraan kompleks lengkap dengan permasalahannya. Haha

Kalau Saya memang ‘waktu tenangnya’ nggak bisa lama-lama ya girls, soalnya kan cuma dua bulan lagi menuju hari H. Jadi ya nggak bisa santai-santai banget juga. Dan, untungnya juga, resepsi akan dilaksanakan 1 bulan setelah akad. Jadi ada tambahan waktu buat mikir lagi sih soal acara resepsi ini (mengurangi kebotakan kepala).

Biasanya kalau sudah mendekati hari H, yang ada cuma mempersiapkan diri, dan banyak-banyak berdoa supaya lancar. Sudah less drama karena kebanyakan semua sudah settle dan beres, cuma tinggal pelaksanaannya. Jadi mendekati hari H pernikahan, sudah nggak begitu banyak terjadi fenomena Bridezilla dalam diri Saya.

Cara Mengatasi Moment Saat Menjadi Bridezilla

Nah, sahabat blogger yang baik dan budiman, nggak lengkap rasanya kan kalau Saya ngoceh panjang lebar tapi nggak bagi-bagi tips soal mengantisipasi atau menghindari jadi Bridezilla ini. Eh tapi sebagai catatan, penting untuk diketahui bahwa nggak semua pasangan calon pengantin yang mengalami Bridezilla ya. Bahkan malah ada yang adem ayem aja, nggak ada cekcok, dan ada juga malah yang mengalami Bridezilla pada saat hari H. Kalau yang ini Saya mengalami juga sih, tapi sedikit. Nanti Saya ceritain selengkapnya di blog post lainnya ya.

Nah, jadi, apa aja nih caranya supaya menjadi Bridezilla ini bisa dihindari? Ini adalah beberapa tips dari Saya ya, girls!
  • Dukungan keluarga yang menguatkan
    Jadi kalau Saya, peran keluarga itu berarti banget. Walaupun pada kenyataannya, mereka yang paling sering jadi sasaran amukan Saya. Hehe. Jadi ngamuknya itu nanti sifatnya cuma sementara aja kok, ntar kalau udah reda, kita pasti akan balik lagi ke mereka buat ngomong baik-baik. Karena, siapa lagi sih yang kita punya selain keluarga yang dengan tulus tanpa pamrih ngebantuin kita? Pokoknya, semarah apapun kita, ingat jangan sampai ada adegan drama kabur dari rumah, dll. Selain kekanak-kanakan, itu juga nggak akan menyelesaikan masalah, malah nambah masalah. Keluarga adalah tempat kita selalu kembali seberapa jauh pun kita melangkah *wagelaseeehhh
  • Banyak-banyak sabar
    Kalau lagi banyak pikiran, selalu ingat untuk sabarin aja dulu, diredam emosinya. Kalau sudah nggak panas, baru ngomong. Jangan membalas omongan orang pada saat kita masih emosi. Ntar malah jadi rumit masalahnya dan nggak ketemu-ketemu jalan keluarnya
  • Rajin berdoa dan meditasi / menenangkan diri
    Nah ini sepele tapi penting banget. Berdoa itu memberikan ketenangan batin yang nggak bisa kita cari kemanapun. Jadi emang cuma Tuhan yang mampu memberikan rasa yakin, rasa lapang dada, rasa ikhlas, dan lain-lainnya. Jadi kita akan terlahir menjadi pribadi yang lebih sabar dan dewasa
  • Hibur diri dengan hobi yang disukai
    Kalau sudah mencapai batas, coba deh lupain barang sebentar masalah yang sedang kamu pikirin. Kalau Saya, biasanya Saya ‘letakkan’ dulu semua tanggung jawab yang mesti dipikirkan, kemudian Saya mencari pelarian barang sebentar. Misalnya nonton film / drama, makan enak, jalan-jalan ke mall sama teman-teman, tidur sepuasnya, atau traveling. Pilih aja yang kamu sukai ya girls, yakin deh ntar balik-balik pikirannya jadi lebih fresh
  • Jangan menyerah
    Nah poin penting terakhir adalah : jangan menyerah. Apapun keadaannya. Ini adalah hal sepele tapi justru sangat penting banget! Ingatlah ini hanyalah moment sementara sebelum moment sebenarnya, yaitu fase pernikahan. Ingat ini cuma proses transisi aja, jadi wajar kalau kita merasa bingung dan hilang kendali. Semuanya masih bisa dimaklumi. Pokoknya kalau sudah diambang batas, ingat balik lagi ke magic word : jangan menyerah. Yakin abis badai pasti ada pelangi. Abis minum jamu pahit, pasti ada beras kencur yang jadi pemanis *halah. Intinya jangan pernah menyerah ya girls, apalagi menyerah sama calon pasangan. Oh big no no! Keep fighting dan yakin aja, girls!

Nah, itu adalah kesan pesan dan review ku soal menjadi Bridezilla. Panjang ya? Haha. Ini lama-lama artikel ini Saya kirim juga deh ke Bride Story. Hmm.. well ya kalau kalian pernah mengalami menjadi Bridezilla waktu mau nikah, boleh nih dishare juga. Atau bride to be yang mau nikah, jangan takut ya. Nggak semua mengalami jadi Bridezilla dan tentu kasus tiap orang beda-beda. Jadi nggak usah ragu melangkah ke jenjang berikutnya. Good luck girls!








Tuesday, April 10, 2018

Cerita Lamaran



Tidak sedikit yang  menganggap lamaran adalah prosesi “one step closer”. Yaaa emang bener juga sih.. tapi bagi saya ada makna lainnya. Makna lain lamaran bagi saya adalah “you can’t going back”


Bisa dibilang ‘magic word’ itu semacam ketok palu gitu deh. Jadi kalau menurut Ale-Anya (film : Critical Eleven), mereka berdua ini berjalan nglewatin jembatan, terus kemudian jembatannya kebakaran, sehingga mereka udah nggak bisa balik lagi ke ujung jembatan sebelum mereka nyebrang, melainkan harus terus maju ke ujung jembatan satunya, berdua. Aih, romantis banget dah! 😍 Nah, sama. Filosofi dari Ale-Anya ini sama persis dengan bayangan saya soal lamaran, yaitu saya udah nggak bisa ‘kembali lagi’ begitu prosesi ini dilakukan.


Tentu keraguan dan kegalauan sebelum nikah pasti dialami oleh kebanyakan orang, maupun pasangan yang akan melangkah ke jenjang berikutnya, yaitu pernikahan. Rasa ragu, nggak yakin, takut, deg-degan, dan lain sebagainya selalu berkecamuk dan menyeruak (halah) ke dalam batin masing-masing calon pengantin. Betul ndak? Nah, sama, saya juga sempat mengalami peperangan batin semacam itu, sedemikian rupa. Berapa lama waktu pacaran atau mengenal pasangan hanya sedikit membantu soal keyakinan dan keputusan untuk melepas masa lajang ini. Sadar bahwa (ini dari sudut pandang perempuan ya) nantinya setelah menikah, semuanya akan jadi jauh, jauh berbeda. Saya sebagai perempuan harus memberikan bakti saya kepada suami saya kelak secara mutlak 100% πŸ˜₯ *terharu. Bagaimana menjadi sosok istri yang baik untuk suami, nurut sama suami, selalu mendukung suami, mampu menangani seluruh urusan rumah tangga termasuk mengatur keuangan, nabung, masak, nyapu, ngepel, setrika, dan seabrek ‘tugas’ rumah tangga lainnya. Aigoo! 🀯 Kok malah berasa jadi ART gini yak? πŸ˜“ Tapi bener, suatu ketika teman saya yang udah nikah, pernah mewejangi saya dengan celetukannya, ‘nikah itu ngerubah kita, dari ratu jadi babu’. Nah, nggak ngeri gimana mau ngelepas masa lajang yang bebas bak ratu, bebas merdeka, dan menyenangkan ini?? Apa saya sudah siap terkungkung dengan ‘job desk’ sebagai seorang istri beserta seabrek tugas dan kewajibannya tersebut?? 😨 Mari kita cari tahu jawabannya bersama-sama.


Rencana Lamaran

Seperti yang sudah saya jelaskan di artikel sebelumnya soal foto prewedding, saya jujur memang belum tahu menahu kapan tepatnya acara lamaran akan diselenggarakan. Dan sesuai dengan tradisi adat Timur, nggak ada tuh acara surprise-surprise an dari pihak cowok, kaya bule-bule sono yang melibatkan ‘down on one knee to propose’ sembari mengacungkan cincin bertahtakan berlian sambil bilang “will you marry me?” πŸ’ *halah! Justru di Indonesia, yah secara adat Jawa atau kedaerahan aja sih (masing-masing daerah adatnya beda-beda ya) nggak ada acara macam bule begitu. Kalau ditempat saya, justru wacana untuk acara lamaran itu akan dibahas matang-matang, berhari-hari sebelumnya. Ya soalnya melibatkan kedua belah pihak keluarga, dekorasi, catering, dan lain sebagainya. Baiklah.


Nah, sama. Saya juga gitu sama calon pasangan saya. Memang wacana untuk mau lamaran di Bulan Februari itu sudah diajukan paduka yang mulia (*panggilan sayang saya ke doi) jauh-jauh hari. Kenapa kok Februari? Soalnya di bulan itu doi baru bisa ngajuin cuti lumayan lama, karena kantornya nggak ngebolehin karyawannya untuk sembarangan cuti, apalagi dadakan. Jadilah Februari dijadikan opsi pertama untuk lamaran. Nah, alasan kedua, katanya sih itung-itung kado dari doi. Kan Februari saya ulang tahun nih ceritanya. Cie cie. πŸ’‘ Ya begitulah. Pembicaraan terus bergulir manjah setelah masa tenang after foto prewed. Mau nggak mau saya mulai nyari-nyari vendor (lagi) buat lamaran. Kali ini vendor buat dekorasi aja sih. Sengaja nyari yang sekitar daerah rumah aja biar nggak ribet ntar koordinasinya. Memang untuk lamaran ini saya maunya yang sederhana aja. Kalau bisa ya nggak ngundang siapa-siapa juga, ya cukup keluarga aja. Tapi keluarga saya bersikeras mau ngundang beberapa tetangga, katanya sih buat saksi. Ya okelah saya ngikut saja.


Tahap Persiapan
Buat lamaran ini, saya nggak pakai MUA lho! Wow, berani amat buk? Haha.. Ya iyasih, selain hemat budget, kembali lagi ke alasan saya sebelumnya. Pengen lebih sederhana aja, nggak heboh-heboh amat, cuma ya memorable. Jadi sebulan sebelumnya saya rajin liatin makeup tutorial di YouTube, terus belajar, beli-beli makeup, beli printilan kuas satu set, beli aksesoris, dan keperluan makeup lainnya. Bahkan untuk acara lamaran ini saya juga nggak sewa jasa photographer buat acara lamaran. Cuma berbekal kamera pribadi, dengan kakak saya sebagai fotografernya. Hahaha. Tapi buat baju lamarannya saya cukup nyiapin sih, tapi simple kok. Cuma beli kain kebaya, trus jahitin deh ke penjahit. Kalau jarik bawah kembaran sama kemejanya calon pasangan. Ya umumlah ya yang begituan. Dulu sempat mau sok-sok an bikin DIY paper flower (pas itu lagi hits, sist). Tapi waktu ngitung habisnya belanja bahan-bahan plus keribetan bikin paper flower sendiri, kok nggak worth it ya? Yaudah lah bayar dekorasi bunga-bunga sederhana aja, lebih simple dan nggak bikin capek / makan waktu banyak. Kalau soal catering, ibu saya bersikeras mau masak sendiri, nggak pakai catering. Soalnya kan nggak banyak juga tamunya, cuma keluarga dan beberapa tetangga.


Bulan Februari!

Akhirnya tiba di Bulan Februari, semakin deg-deg an rasanya. Kemudian memastikan tanggal kunjungan, ngecek apa aja keperluan yang kurang. Dan ketika semua sudah lengkap, yang saya lakukan hanyalah mempersiapkan diri. Banyak-banyak berdoa dan relaksasi. Yah, memantapkan diri itu perlu lho ya, apalagi buat cewek. Bukan soal yakin sama pasangannya (ya ini penting juga sih), tapi kalau saya lebih ke yakin memantapkan diri maju ke tahapan jenjang yang berikutnya. Oh ya, saya juga menyempatkan diri untuk facial, ya walaupun nggak pakai MUA, biar setidaknya wajah dasarnya itu udah ‘mendingan’ gitu lho. Persiapan lain, ya ngerjain deadline tugas kantor, buat sebelum dan sesudah cuti lamaran (biar gak kepikiran kerjaan, rek! penting).


Hari H


17 Februari merupakan hari yang bersejarah bagi saya dan pasangan. Hari itu saya sudah bangun pagi-pagi, bantu keluarga menyiapkan hal-hal untuk menyambut keluarga pasangan. Pada hari H itu sih perasaan saya juga sudah lebih siap ya, lebih pasrah kalau secara Jawanya lebih legowo gitu lho guys. Jadi kaya yin dan yang dalam batin saya seperti udah menyatu aja gitu, jadi secara lahir batin saya sudah siap. Perkiraan siang hari lah, rombongan akan sampai ke rumah. Namun yang agak lucu adalah ketika saya me-whatsapp ‘sudah sampai mana?’ dan dijawab sudah di daerah A (dimana daerah itu udah deket sama rumah saya). Lantas seluruh keluarga saya kalang kabut! Gimana nggak, pada belum mandi semua! Wakakaka!! πŸ˜† Memang dasar.. Terlalu riweuh menyiapkan ini-itu sampai mandi jadi prioritas kesekian. Nah kalau udah deket gini baru deh kalang kabut. Wahaha. Tetangga-tetangga yang ikut bantu-bantu di rumah juga langsung pada cabut kerumah masing-masing, ngapain? Ya buat mandi juga sama siap-siap! Wahaha!! πŸ˜† Lucu banget deh kalau diingat-ingat. Parahnya, saya jadi nggak bisa berlama-lama dandan. Ya harusnya saya menargetkan dandan 2 jam, tapi realisasinya saya cuma dandan 30 menit aja. Itupun dibantu kakak saya yang mengerjakan hairdo based on YouTube! Wakaka! πŸ˜† Segala deg-deg an saya hilang sudah, digantikan dengan deg-degan ‘gimana ini kalau udah dateng trus saya belum siap?’




Puncak kegugupan adalah pada saat rombongan pasangan saya datang, dan saya belum selesai pakai kutek kuku! OMG.. mana kan harus kering tuh, soalnya saya kan musti salaman. Sayu-sayup saya dengar dari kamar kalau acara sudah resmi ‘dibuka’, wuaduhh.. Mana ini kutek saya belum kering! 😰 Bahkan saya belum ke ruang tamu untuk menampakkan diri. Endingnya adalah saya tiba-tiba ‘menyusup’ kedalam ruang tamu, jadi tidak ada perkenalan, jalan diapit ibu ke ruang lamaran, dll. Saya jalan seorang diri saja kemudian langsung duduk dan mendengarkan pembicaraan para tetua. Haha.. acara masuk ruangan yang failed abis! πŸ˜…


Jadi secara garis besar, saya memang nggak banyak ngomong. Karena sesuai adat Jawa, yang ngomong sebagian besar adalah para orang tua, untuk menjelaskan maksud kedatangan, dan dalam hal acara saya ini adalah menentukan tanggal pernikahan. Seingat saya, saya cuma mendaraskan satu kalimat saja sepanjang acara lamaran, “nggih kulo tampi” yang mana artinya kurang lebih “ya, saya terima”. Pembicaraan sebagian besar dilakukan dengan Bahasa Jawa Halus, yang notabene saya cuma ngerti sedikit. Akhirnya saya cuma sering manggut-manggut senyum tanpa tahu artinya apaan! Hahahaa.. πŸ˜† Ya cuma ada beberapa part yang saya ngerti. Karena pembicaraan menyangkut hitung-hitungan kalender Jawa dan berdasarkan primbon Jawa, nah nggak roaming gimana tuh? Intinya saya memang menyerahkan ke pihak orang tua.





Akhirnya disepakati tanggal pernikahan adalah tanggal 10 Mei 2018. Kalau nggak salah, itu 4 hari sebelum Bulan Ramadhan datang. Yup, sebelum puasa. Penetapan tanggal tersebut sudah melewati berbagai proses perhitungan yang rumit dan tentunya saya nggak ngerti. Katanya sih paling bagus kalau nikahnya Bulan Februari, cuma kan nggak mungkin kan bulan ini lamaran, mau langsung sekalian nikah. Menurut ngana?


“Oke semua setuju ya 10 Mei?” waktu itu saya cuma pringas-pringis aja. Yang ada dipikiran cuma, ‘ciee ntar lagi nikah, cie cie’. Eh tunggu bentar, ntar lagi?? Mei? Oh wait, ini kan Februari, berarti less than 3 month again?? What??!! 😱 Kesadaran itu seperti menampar batin saya secara telak! Gimana nggak mikir coba, kalau harus menyiapkan acara nikah cuma 2 bulan aja???! Saya curi-curi pandang ke pasangan saya dan dengan panik tanpa suara meneriakkan kata ‘2 bulan lagi??!’ dan dia menimpalinya dengan anggukan dan tawa pasrah. Hahaha πŸ˜†


Setelah acara inti yaitu hitung-hitungan tanggal ini selesai. Kami semua lega, dan acara lamaran masuk ke acara santai, yaitu makan siang. Kalau saya sih melanjutkan dengan acara foto-foto (masih syock, belum nafsu makan). πŸ˜… Oh ya, di lamaran saya ini nggak pakai cincin tunangan ya. Tapi saya dihadiahi kalung dari calon ibu mertua. Ihir! 



Jadi sebenernya nggak harus juga sih cincin ini, bukan adat juga kalau di daerah saya. Saya juga nggak mau cincin, karena ntar kalau udah nikah, cincinnya jadi double-double. Selain budget membengkak, value nya juga kurang aja bagi saya. Yang terpenting dari acara lamaran kalau bagi saya adalah perkenalan dan pembicaraan kedua keluarga ini.



Yak setelah acara foto-foto dan makan-makan selesai, acara dilanjutkan ngobrol santai. Dan sore hari, calon keluarga baru saya pamit pulang. Rasanya lega sih, sudah melewati proses lamaran dimana saya sudah tidak bisa lagi going back, dan noleh-noleh kebelakang, apalagi menyesali kemantapan untuk maju kedepan. Yang perlu disiapkan sekarang adalah mental untuk menjadi seorang istri. Jujur, berat banget bagi saya soal peralihan status ini. Mengingat saya ini hobi berat tidur, suka bangun siang, males-malesan nyuci baju, dan hal-hal lain yang suka dilakuin sama perempuan lajang. πŸ˜† Tapi kalau ditanya pengen nikah? Ya udah pengen banget lah. Mana target nikah saya dulu sebenernya umur 25. Haha.πŸ˜… Trus pacaran juga udah lama banget. Udah yakin banget lah kalau ngomongin soal pasangan, udah sama-sama saling tahu sifat baik dan jelek, dan udah saling menerima kebaikan dan keburukan masing-masing. Intinya lega aja sih udah nglewatin satu lagi proses dalam hidup bernama lamaran. Sekarang tinggal nyiapin diri dan batin buat menyambut hari yang super special berikutnya : Hari Pernikahan! 😍😍









Tuesday, March 27, 2018

Perjuangan Foto Prewed Itu...


Who's exciting for prewedding photography story?? hohoho~

Well, kali ini saya memang akan menceritakan kisah tentang sesi pemotretan prewedding yang saya lakukan #ihirr. Nah, sesungguhnya foto prewed ini saya lakukan sudah sejak Bulan Desember 2017 di Yogyakarta. Waduh, memang tergolong sudah lumayan lama. Maaf ya baru bisa share πŸ˜„ Nah, kira-kira kisah runtutnya seperti ini.

Gimana ceritanya kok (akhirnya) memutuskan untuk foto prewed?
Jadi ide ini tercetus pada saat malam-malam pembicaraan random kami melalui telepon, diawali dengan celetukan "gimana kalau kita foto prewed?" Well yah, dari saya sih sebenernya celetukannya. Haha. Tapi pasangan saya itu memang ‘nggak ada ide’ kalau disuruh mencetuskan sesuatu yang revolusioner. Yah, reaksi pertamanya tentu kaget. Karena memang sebetulnya kami ini belum lamaran! Lha, kok berani-beraninya mau prewed?? wakaka! 🀣

Jadi saya berfikir, foto prewed itu tidak harus dilakukan setelah acara lamaran dilangsungkan. Yah, nggak tahu juga memang waktu itu mau lamaran kapan, intinya sih kami udah yakin maju ke jenjang berikutnya *cieh! 😎Tapi misalnya pun acara lamaran masih lama, kan nanti hasil foto prewednya bisa digunakan buat stock foto lucu gitu. Toh selama ini kami memang belum pernah foto yang ‘niat’ pakai MUA. Terus, alasan kedua saya adalah misalnya acara lamaran masih lama, melakukan sesi foto prewed sekarang tuh nggak ada ruginya, karena kan hitung-hitung bisa mengurangi budget buat prepare acara lamaran dan nikah nanti. Ide itu saya sampaikan secara jujur dan terbuka, dan Alhamdulillah diterima dengan baik dan penuh senyuman. Haha πŸ˜™

Cerita nemuin vendor-vendor
Pada dasarnya pasangan saya ini paling nggak bisa, atau nggak suka jadi semacam leader (khusus dalam hal-hal beginian). Contoh lainnya adalah pada saat traveling, dia paling nggak suka atau nggak bisa (?) kalau disuruh nyusun itinerary, nyari-nyari transport, penginapan, dan lain-lainnya. Lha ini sama kasusnya untuk foto prewed. Jadi mau gak mau, tetap saya yang diangkat menjadi duta nyari vendor demi foto prewed yang hqq. Baiklah!

Jadi step-step yang saya lakukan adalah sebagai berikut :
Pertama, saya nyari-nyari vendor yang kira-kira harganya masih masuk akal dan masuk budget, tapi dengan hasil yang oke. Nah, sama dengan yang dilakukan banyak pasangan lain, saya mulai nyari-nyari vendor, lihat portofolio, minta price list, dan lain-lain. Akhirnya nemu beberapa vendor yang cocok. Semakin lama vendor semakin mengerucut, dan ada juga yang bentrok jadwal. Akhirnya saya memilih  salah satu vendor dan minta persetujuan pasangan, dan syukurlah dia juga cocok-cocok saja. Hehe

Salah satu tantangan adalah soal sewa baju yang akan dikenakan untuk foto. Jadi saya dan pasangan itu niatnya pengen yang tema Jawa gitu. Cuma yang Jawa klasik, bukan modern. Kebetulan lokasi yang paling cocok kayaknya sih di Jogja. Jadi ya nyari-nyari vendor baju Jawa klasik di daerah Jogja aja, tapi ternyata susahnya minta ampun! Tidak ada yang sesuai dengan baju Jawa yang saya idam-idamkan. Barulah nemu di salon daerah Solo. Dan dengan berbagai pertimbangan, akhirnya diambillah opsi sewa baju di Solo itu. Agak ribet sih memang, ngambil dan balikinnya ribet harus Jogja-Solo, tapi ya mau bagaimana lagi. Waktu berangkat ngambil, saya masih ditemenin temen-temen saya yang ada di Solo, hehe. Waktu balikin bajunya dianter sama pasangan juga sih, syukurlah.

Oke, booking fotografer fix, tempat fix, baju fix, MUA fix juga, tibalah ke moment yang dinanti-nanti yaitu sesi pemotretan prewedding. Yeay!  Sehari sebelum pemotretan, saya berangkat dari Surabaya dan turun di stasiun Solo buat ngambil baju. Sore saya naik kereta dari Solo ke Jogja dan dijemput sama driver penginapan. Kebetulan memang lokasi foto saya besok di penginapan tersebut, dan saya sudah booked kamar pada hari itu sampai besok. Sampai disana, saya sedikit leyeh-leyeh bentar, karena capek sist, abis muter-muter Solo. Selain itu, saya juga masih amazed sama interior penginapan yang saya sewa. Nuansanya itu Jawa klasik banget, sangat sesuai dengan yang saya idam-idamkan. Jadi kamarnya hanya menggunakan penerangan dari lampu bohlam kuning dengan tempat lampu jaman dulu gitu loh, digantung di langit-langit. Oh ya, pasangan saya baru bisa datang besok subuhnya, karena kerja lembur bagai quda sampai malam dan masih perjalanan ke Jogja. Jadi intinya saya memang sendirian saja di tempat itu.

Waktu leyeh-leyeh juga saya habiskan untuk menelusur seluruh sudut isi kamar, Jawa banget asli! Lalu tiba-tiba ada ketukan pintu, dan waktu saya buka, ternyata dianterin makan malam dong sama restonya, syukurlah. Saya makan malam dalam nuansa keheningan karena memang di dalam kamar tersebut nggak ada televisi nya guys! Haha. Yah sejujurnya agak krik-krik juga sih, nggak ada suara apapun, nggak ada teman ngobrol, dan cuma makan sendirian. Akhirnya mata saya melayang kemana-mana menelusur seisi ruangan lagi. Dan kemudian telinga saya menangkap suara agak aneh, yang berasal dari arah AC. Oke, saya abaikan, saya makan lagi dengan cuek. Kemudian suara tersebut terdengar lagi, dan otomatis pandangan mata saya langsung menuju kemana pendengaran telinga saya menuntun, yaitu di daerah AC. Lama saya amati, ada apakah gerangan di AC tersebut sehingga menimbulkan bunyi aneh dan tidak bisa diabaikan itu. Bunyinya itu seperti ‘klotak-klotak’ cuma lebih ringan, bukan semacam bunyi ketukan di pintu. Kemudian tak lama, pandangan saya jatuh kepada sesosok makhluk agak hitam yang menempel di belakang AC. Saya terpaku cukup lama ke bayangan hewan tersebut, dan lama-lama, pupil mata saya mengenali bahwasanya makhluk tersebut adalah tokek!! Oh my life! 😱 Reaksi pertama tentu terkejut luar biasa, reaksi kedua tentu saja ketakutan dong! Gimana kalau tiba-tiba tuh tokek jatuh menimpa saya yang lagi asyik dinner dibawahnya? Yaelah.. 😩

Kira-kira beginilah penampakan ruang / kamar yang saya tempati malam itu. Mon maap foto cuma diambil pakai kamera handphone waktu itu, karena emang nggak mau sok berani foto-foto lingkungan sekitar. haha

penampakan kasur dan ruang tengah / meja makan

inilah lokasi AC ber-tokek dan pintu yang mengarah ke kamar mandi. pintunya jg bonus kelambu putih lho

Oke, langkah yang saya tempuh tentu adalah menelepon resepsionis hotel. Laporan bahwa ada tokek di dalam kamar saya. Oh ya, biar saya jelaskan ya tentang interior kamar ini. Jadi kamar ini langit-langitnya cukup tinggi, namun nggak ada plafonnya. Jadi pandangan mata bisa langsung tembus ke genteng dan rangka kayu diatas kepala. Tidak lama, petugas hotel datang, dan membawa… sapu! 😞 Oh my life, sapu rumah biasa guys, yang biasa untuk menyapu rumah. Bagaimana bisa mengusir tokek yang berada di langit-langit yang sangat tinggi itu?? Dengan sangsi saya tanya kepada bapaknya, “Pak, memang sampai ya Pak, ke langit-langit? Memang nggak ada alat lain ya pak, buat menangkap tokeknya?” dan dengan santainya si bapak menjawab, “ini saya memang nggak bisa nangkep mbak, bisanya cuma ngusir”. Jadi maksudnya si bapak ini kurang lebih begini : dengan senjata sapu yang dimilikinya, si bapak hendak memindahkan lokasi ‘penempelan’ si tokek di langit-langit. Whatt???!! Gimana kalau tokeknya malah marah atau ketakutan trus jatuh gara-gara diganggu sapu tak sampai semampai itu????!! 😭

Akhirnya si bapak menjelaskan kalau si tokek itu emang udah ‘biasa tinggal’ di dalam kamar tersebut. Udah rumahnya dia katanya. Jadi misalnya berhasil ditangkap dan dibuang, pasti percuma karena doi bakal balik lagi ntar kedalam kamar itu. What de…. πŸ˜“ Okelah kata-kata kasar saya telan kembali. Saya hanya tidak habis pikir dan percaya dengan perkataan si bapak. Baiklah, akhirnya si bapak ngeloyor pergi tanpa hasil apa-apa, dan si tokek tetap di singgasananya mengawasi saya melanjutkan makan malam. Glek! 😨 Saya tetap makan walaupun jadi kehilangan nafsu makan, ya gimana, laper. Saya makan sambil pandangan mata tetap keatas mengawasi posisi tuh tokek, takut sewaktu-waktu dia memutuskan untuk jatoh, hiiyyy!! Keparnoan sayapun kembali, saya mencoba menelusur langit-langit genteng diatas ubun-ubun saya, yah siapa tahu kan ya, tokeknya kesana. Eh ternyata memang benar ada tokek diatas ubun-ubun saya! 😱😭Pandangan langsung saya edarkan tajam ke belakang AC, tokek tadi masih ada! Wah, berarti ini the another tokek!! What the…! πŸ˜“ Mata saya menelusur lagi, dan ternyata masih ada satu lagi tokek diatas kepala sayaaa.. huaaaa… (nangis-pengen kabur)! 😭😭😭

pintu yang mengarah ke kamar mandi + bonus meja rias yang yah.. begitulah

Nafsu makan saya hilang sudah, tiba-tiba jadi nggak laper sama sekali. Me versus tiga tokek, oke saya nyerah! Saya langsung menuju ke kasur untuk mengamankan diri. Tapi parno lagi ngeliatin langit-langit kasur yang dari kayu jati tua gitu, semacam kasur ada tiangnya kaya punya simbah begitu lho. Saya takut ada tokeknya juga dikasur *parno abis! Untunglah nggak ada. Langsung saya pasang dan play musik online di kamar kenceng-kenceng. Untung masih ada colokan listrik didalam kamar *yaiyalah, memangnya itu hutan? Plis
πŸ˜‘
ada kolam renang di belakang kamar pas, ada pintu shortcut dari kamar ke kolam renang ini

Tapi lama-lama saya bosan juga, dan lama-lama kok lapar lagi? Haha.. masih lapar lebih tepatnya. Akhirnya saya memberanikan diri balik ke meja makan, dan melanjutkan makan dibawah naungan para tokek! Haha.. Lucu juga, tapi lama-lama saya menganggap mereka sebagai ‘teman’ saya di kamar yang hening dan krik-krik itu. Saya udah kaya orang gila saking sepinya dan butuh temen ngobrol. Saya ngajakin mereka ngobrol, nanyain kabar mereka, kenalan, tujuan saya kesana mau ngapain, udah berapa lama mereka tinggal disana, mereka udah makan belum, laper nggak, *eh kok malah keterusan baper (ya sebenernya ngeri juga sih kalau tiba-tiba tokeknya bisa jawab. hiii) 😨

Moment kemudian berlanjut ke saat-saat mendebarkan lainnya, yaitu mandi! Saat itu udah hampir tengah malem, ya jam 11an lah. Abis perjalanan jauh gitu, pasti bau kecut kan, dan badan juga udah pliket nggak enak sama sekali. Mau nggak mau saya harus mandi. Dengan hati-hati ngambil handuk di cantolan dibawah AC bertokek, takut dia kaget terus jatoh!
😱 Untunglah aman. Kemudian saya melenggang ke kamar mandi luar - eh dalem, eh gimana ya jelasinnya? Jadi pada dasarnya kamar mandi itu masih ada di dalam kompleks bangunan tembok kamar, cuma nggak tau kenapa, arsiteknya memutuskan untuk menaruh kamar mandi itu setengah diluar bangunan kamar. Jadi kalau dari kamar, saya harus membuka pintu yang seolah-olah keluar, tapi ternyata itu masih part of room. Ruangan kamar mandi luas banget, dengan interior yang modern : WC duduk, wastafel, dan bahkan shower with bathup walaupun dibangun dari semacam batuan alam. Enak nih kayaknya kalau pagi bisa berendam disini.

beginilah gambaran nuansa indoor / outdoor (?) bathroom - lihat posisi cermin wastafel sebelah kiri

Masalahnya ini saya mandi malam, hampir tengah malam pula! Untunglah bukan mandi kembang tengah malam~😩 Jadi kamar mandi ini dikelilingi tembok tinggi, namun tak beratap! Alias nggak ada langit-langitnya sama sekali. Jadi kalau lihat atas, langsung deh ngliatin bintang-bintang langit malam, ditambah dengan semilir angin malam dari sawah dibalik tembok yang nggak mudah juga untuk diabaikan. Untunglah lampu penerangan kamar mandi ini warnanya putih, ya walaupun nggak bisa menerangi seluruh area kamar mandi. Saya gosok gigi dulu dengan pakaian lengkap di wastafel, tentu dengan pintu ke kamar yang tetap saya biarkan terbuka lebar (tapi pintu kamar depan saya kunci dari dalam ya). Waktu gosok gigi, sedikit creepy juga sih, karena kan kita ngeliatin kaca wastafel nih, mana belakang kita itu langsung tembok dan diatas tembok udah nggak ada apa-apa lagi, melainkan langit malam berbintang. Minimnya suara ini ditutup sama bunyi-bunyian dari hewan di sawah dibalik tembok, ngeri banget gaess!! 😩😨 Oke saya memang meminimalisir untuk kontak mata dengan kaca wastafel sesering mungkin, kebanyakan sih saya nunduk ngeliatin kran air aja. Ya you know lah, untuk menghindari hal-hal yang benar-benar tidak diinginkan. Sip!

wastafel kalau siang - nggak nyeremin sama sekali apalagi ditambah modelnya cantik begitu *ehem

Oke tahap berikutnya adalah yang paling berat, yaitu mandi nyiram badan. Saya emang nggak ada niatan sama sekali sih buat berendam lama-lama di bathup. Pokoknya mandi cepet, asal selesai dan bersih. Pertama agak takut juga kalau nggak ada air hangatnya, eh syukurlah ada. Sambil mandi, pandangan saya mengedar ke atas lagi, dan di sudut tentu saja ada tokek lagi donggg!! *bosen sama tokek 😩 Tapi yang mengherankan, saya tidak merasa takut, malah lega, karena merasa ada temannya, lah! πŸ˜… Iya, jadi untuk mengusir rasa takut, itu tokek saya lihatin terus dan saya ajak ngobrol. Haha! Jangan-jangan memang saya sudah gila, atau depresi tingkat tinggi. Sepintas, saya agak malu juga lagi mandi tapi dilihatin sepasang mata gitu, kan risih-risih malu gimana gitu sist, haha! πŸ˜†

Acara mandi tengah malam yang mendebarkan akhirnya selesai! πŸ‘Saya handukan dan pakai baju dikamar, pintu ke kamar mandi langsung saya kunci. Udah, nggak minum air lagi, biar nggak perlu pipis! Haha. Oke saya balik ke kamar sambil lihatin tokek dalam kamar, oke tetap ada tiga seperti sedia kala, lega *lah! Pokoknya habis itu kegiatan saya cuma duduk lagi di meja makan tengah kamar, kemudian berbaring aja dikasur, sapa tau bisa langsung tidur. Tapi herannya saya nggak ada perasaan ngantuk sama sekali lho. Entah kenapa, saat memejamkan mata, perasaan lagi diawasi oleh ‘nggak-tau-apa’ di dalam kamar itu kuat banget. Saya otomatis jadi langsung melek lebar-lebar lagi! Padahal posisi tidur saya waktu itu miring menghadap ke kamar, bukan tembok kasur. Ya kali kalau memunggungi kamar tiba-tiba ada yang nepok dari belakang, hiiyyy amit-amit!! 😱Jadi saya memilih menghadapi medan mengerikan itu face to face walaupun nggak berani sama sekali! Haha, pie toh?! Endingnya pokoknya saya cuma tidur-tidur ayam lah. Kebangun, kadang tidur, nggak nyenyak pokoknya. Perasaan saya agak lega waktu mendapati ketukan di pintu waktu hampir subuh. Yup, ketukan pasangan saya dataangggg *terharu sekaligus lega luar biasa ada temennya, bukan tokek lagi *hiks πŸ˜₯

wefie dulu sama team fotografer

Kami duduk-duduk ngobrol bentar, lalu habis subuh saya langsung mandi (lagi) karena bentar lagi MUA pasti datang untuk mendandani saya. Dan benar aja, waktu mandi hampir selesai, si mba MUA udah datang. Jadilah saya harus menyelesaikan mandi cepat-cepat. Nggak sempet sarapan juga sih, karena satu jam kemudian, team photographer datang. Kami melakukan banyak sesi foto di berbagai spot / lokasi pemotretan. Waktu foto sih asyik-asyik aja, dan kira-kira tengah hari, sesi foto selesai. Lega sekaligus deg-deg an nunggu hasilnya. Saya langsung bersihin muka dan mandi (lagi) buat bersihin sisa-sisa makeup. Heran, banyak banget ya cerita mandinya. Ok, setelah selesai sesi pemotretan, kami langsung berangkat ke Solo buat balikin baju sewaan, wuaduh capek berat lah pokoknya. Tapi ya senang sih, udah plong berkurang satu tanggungan before wedding. Oh ya, update ya, hasil fotonya sih cucok-cucok binggo ya, sengaja saya cuma upload dikit di blog, lihat aja di Instagram, haha. Yah keren lah pokoknya, sesuai dengan yang diharapkan. Ya walaupun dibalik layar saya harus mengalami proses ‘amazing’ itu terlebih dulu. Hehe. Yah, buat pengalaman lah ya. Kalau misalnya ditanya mau balik kesana nggak? Hmm.. kalau siang sih oke, tapi kalau nginep, nggak dulu deh 😌

Gimana kalau kalian? Punya cerita 'amazing' juga soal foto prewedding? Cerita yuk! πŸ˜„